DESA SOKARAJA
Kecamatan Sokaraja memiliki sejarah yang menarik. Dulunya, Sokaraja merupakan Kadipaten yang dipimpin oleh Raden Jebugkusuma. Kemudian, pemerintahan Hindia Belanda mengubahnya menjadi Kawedanan. Pada tahun 1995, Sokaraja akhirnya menjadi kecamatan di bawah pemerintahan Kabupaten Banyumas. Asal-usul desa Sokaraja sendiri dikaitkan dengan Kyai Soka dan Kyai Windu yang berasal dari daerah Solo. Kyai Soka yang menyukai kebudayaan wayang, lalu membangun perkampungan yang diberi nama Sokaraja.
Sokaraja juga memiliki sebuah cerita atau legenda yang menggambarkan sejarah dan budaya di daerah Sokaraja, khususnya di Banyumas. Cerita ini menggambarkan peristiwa, tradisi, dan cerita rakyat yang berkembang secara lisan di masyarakat Banyumas.
Cerita Babad Sokaraja dapat berkembang seiring waktu dan melalui berbagai versi yang disampaikan oleh masyarakat.
Sokaraja memiliki potensi untuk dijadikan bahan ajar dalam pelajaran sastra dan seni, terutama dalam pendidikan di Banyumas.
Sokaraja adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Jumlah penduduk Kecamatan Sokaraja pada tahun 2023 adalah sebanyak 91.988 Jiwa. Kecamatan ini berjarak 8 km dari Kota Purwokerto ke arah timur. Kecamatan Sokaraja terkenal dengan Soto Sokaraja, dan Gethuk Goreng.
SOTO SOKARAJA
Sroto Sokaraja adalah soto khas Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah. Ciri khas dari sroto ini adalah menggunakan bumbu sambal kacang dan ketupat yang dicampur di dalam mangkuk. Makanan pendamping yang disajikan saat memesan Sroto Sokaraja adalah mendoan hangat. Sroto Sokaraja biasanya berisi daging ayam kampung, tetapi ada pula yang menggunakan daging sapi sebagai isiannya,serta dengan kuah yang gurih dari campuran bumbu rempah rempah dan kaldu ayam. Sroto Sokaraja sangat mudah ditemui di daerah Banyumas, khususnya daerah Sokaraja. Tampak puluhan kios sroto berjejer menjajakan sroto buatannya dan selalu ramai. Bahan-bahan yang digunakan juga mudah dijumpai, sehingga bisa dipraktikkan di rumah.
- Ciri Khas: Yang membedakan Sroto Sokaraja dengan soto lainnya adalah penggunaan ketupat, bumbu kacang, dan krupuk cantir.
GETUK GORENG
Gethuk Goreng yang bercita rasa manis ini mempunyai aneka rasa atau aroma seperti : rasa gula merah, cokelat, durian dan lain-lain. Gethuk Goreng ini dikemas apik dalam besek sehingga sangat cocok untuk oleh-oleh karena dapat disimpan atau bertahan hingga sepuluh hari.
- Penemuan :
Sanpirngad, seorang penjual nasi rames keliling di Sokaraja, pada tahun 1918, mengalami kesulitan karena getuk basah dagangannya tidak laku. Untuk mengatasi masalah ini, ia berinisiatif menggoreng getuk basah tersebut dan ternyata disukai oleh pembeli.
- Berawal dari Getuk Basah:
Getuk basah, atau getuk cemol, adalah getuk yang dibuat dengan cara direbus atau dikukus. Karena mudah basi, Sanpirngad kemudian mencari cara untuk mengolahnya agar lebih tahan lama, yaitu dengan cara digoreng.
- Menjadi Oleh-Oleh Populer:
Getuk goreng yang digemari oleh pembeli kemudian menjadi oleh-oleh khas Banyumas, terutama Sokaraja. Sanpirngad bahkan dapat mewariskan usahanya kepada anak menantunya, dan kini banyak toko oleh-oleh yang menjual getuk goreng dengan label "Asli H Tohirin".
- Warisan Budaya:
Sejak tahun 2017, getuk goreng Sokaraja telah ditetapkan sebagai warisan budaya nasional non-benda (intangible) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
KLENTENG HOK TEK BIO SOKARAJA
 |
Klenteng Hok Tek Bio Sokaraja, Jl. Jend. Sudirman No.3, Dusun I Sokaraja Kidul, Sokaraja Kidul, Kec. Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah 53181 |
Di Sokaraja juga terdapat klenteng. Klenteng adalah sebutan umum di Indonesia untuk tempat ibadah penganut kepercayaan tradisional Tionghoa, khususnya di Pulau Jawa. klenteng merupakan bagian penting dari warisan budaya Tionghoa di Indonesia dan memiliki peran penting dalam kehidupan sosial dan keagamaan masyarakat Tionghoa.
Istilah ini juga sering digunakan untuk tempat ibadah yang bernuansa arsitektur Tionghoa, meskipun tidak selalu merupakan tempat ibadah resmi bagi agama Konghucu. Klenteng umumnya memiliki arsitektur tradisional Tionghoa, dengan dominasi warna merah, hijau, atau kuning, serta ornamen seperti naga, lampion, dan garis simetris.
terima kasih sudah membaca
saya :
Dea Selgi Anggita Sari
X TJKT 3
10